'MBAH JUM,Seorang Tuna Netra Yang Berprofesi Sebagai Pedagang Tempe

<img src="MBAH JUM.jpg" alt="'MBAH JUM,Seorang Tuna Netra Yang Berprofesi Sebagai Pedagang Tempe">

FORTUNA LIFESTYLE.COM | 'Mbah Jum. Begitulah beliau dipanggil. Aku pun kurang pasti apa kepanjangan namanya,mungkin saja Jumilah,Juminten atau sebagainya. Namun kali ini aku bukan mahu bercerita tentang kisah kepanjangan namanya ,tapi kisah tentang sosok seorang 'Mbah( Nenek) yang sangat inspiratif dan memiliki motivasi yang tinggi.

Ok, Aku sempat bertemu dengannya sekitar 5 tahun yang lalu saat berlibur di Daerah Kasian Bantul Yogyakarta. Nama desanya saya lupa.Kasihan (Kasian) adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,Jawa Tengah Indonesia. Wilayah Kecamatan Kasihan dahulu merupakan wilayah Kawedanan Godean. Nama Kasihan diambil dari nama Sendang Pengasihan, sebuah telaga(sumur/perigi) yang terletak di dusun Kasihan, Kelurahan Tamantirto.Majoriti penduduk Kecamatan Kasihan bekerja di sektor pertanian.
   BACA JUGA

Mohon Do'a Untuk Sahabat Saya-Theresia Sharen Magdalena (Part 1)
Mohon Do'a Untuk Sahabat Saya-Theresia Sharen Magdalena (Part 2/The End)
Top 5 Travel Destinations In Indonesia "The Anti Mainstream For This Year's Holiday"(2018)
'Mbah Jum seorang tuna netra(buta) yang berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi beliau dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe. Sesampainya dipasar tempe segera digelar atau dipajang. Sambil menunggu pembeli datang, disaat pedagang lain sibuk menghitung uang dan ngerumpi(gossip/berborak/bersembang) dengan sesama pedagang, 'Mbah Jum selalu bersenandung Shalawat Rasul. Cucunya meninggalkan 'Mbah Jum sebentar, kerana ia juga bekerja sebagai kuli panggul dipasar itu. Dua jam kemudian, cucunya datang kembali untuk mengantar 'Mbahnya pulang kerumah. Tidak sampai 2 jam dagangan tempe 'Mbah Jum sudah habis ludes. 'Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya. Sebelum pulang 'Mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih-dari 50 ribu rupiah, 'Mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke Masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal.

Saat kutanya : “Kenapa begitu ?”

“Kerana kata 'mbah modal 'mbah bikin tempe Cuma 20 ribu. Harusnya 'mbah paling banyak dapatnya yaa 50 ribu. Kalau sampai lebih berarti itu punyanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala, harus dikembalikan lagi. Lha,rumahnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala kan di Masjid mbak, makanya kalau dapat lebih dari 50 ribu, saya diminta 'mbah masukkin uang lebihnya ke Masjid.”

“Lho, kalau sampai lebih dari 50 ribu, itukan hak 'Mbahnya, kan artinya 'mbah saat itu bawa tempe lebih banyak kan ?” Tanyaku lagi,

“Tidak mbak. 'Mbah itu tiap hari bawa tempenya tak berubah-ubah jumlahnya sama.” Cucunya kembali menjelaskan padaku.

“Tapi kenapa hasil penjualan 'mbah bisa berbeda-beda ?” tanyaku lagi,

“Begini mbak, kalau ada yang beli tempe sama 'mbah, kerana 'mbah tidak bisa melihat, 'mbah selalu bilang, ambil sendiri kembaliannya. Tapi mereka para pembeli itu selalu bilang, uangnya pas kok 'mbah, tak ada kembalian. Padahal banyak dari mereka yang beli tempe 5 ribu, bagi uang 20 ribu. Ada yang beli tempe 10 ribu bagi uang 50 ribu. Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, tak ada kembalian. Pernah suatu hari 'mbah dapat uang 350 ribu rupiah. Yaaa 300 ribu nya saya taruh dikotak amal masjid.” Begitu penjelasan sang cucu.

Aku melongo terdiam mendengar penjelasan itu. Disaat semua orang ingin semuanya menjadi uang, bahkan kalau bisa kotorannya sendiripun disulap menjadi uang, tapi ini 'Mbah Jum…?? Aahhh…. Logika ku yang hidup di era kemodenan jahiliyah ini memang belum sampai.

Sampai rumah pukul 10:00 pagi 'Mbah Jum langsung masak untuk makan siang dan malam. Ternyata 'mbah Jum juga seorang tukang pijat(urut) bayi (begitulah orang dikampung itu menyebutnya). Jadi bila ada anak-anak yang dikeluhkan demam, batuk, pilek, rewel, kejang, diare, muntah-muntah dan lain-lain, biasanya Ibu-Bapa mereka akan langsung mengantarkan ke rumah 'mbah Jum.

Bahkan bukan hanya untuk pijat bayi dan anak-anak, 'mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang, dan sejenisnya. Mbah Jum tidak pernah memberikan tarif untuk khidmatnya itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang perlukan pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk khidmatnya itu, ia selalu masukan lagi 100% ke kotak Amal Masjid. Ya ! 100% ! Anda kaget ? Sama, Saya juga kaget.

Ketika aku kembali bertanya : “Kenapa harus semuanya dimasukkan ke kotak amal ?”

'Mbah Jum memberi penjelasan sambil tersenyum :
“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.” (Saya itu sebenarnya tidak pintar mijit. Kalau ada yang sembuh kaerana saya pijit, itu bukan kerana saya, tapi kerana Allah
Subhanahu Wa Ta'ala. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama Allah Subhanahu Wa Ta'ala).

Lagi-lagi aku terdiam. Lurus menatap wajah keriputnya yang bersih. Ternyata manusia yang datang dari peradaban kapitalis akan terkaget-kaget saat dihadapkan oleh peradaban sedekah tingkat tinggi macam ini. Dimana di era kapitalis orang sekarat- mahu mati saja masih bisa dijadikan lahan bisnis. Jangankan bicara GRATIS dengan menggunakan kartu BPJS (Kad Kesehatan versi Jokowi) saja sudah membuat beberapa oknum medis sinis.

'Mbah Jum tinggal bersama 5 orang cucunya. Sebenarnya yang cucu kandung 'mbah Jum hanya satu, yaitu yang paling besar usia 20 tahun (lelaki), yang selalu mengantar dan menemani 'mbah Jum berjualan tempe dipasar. 4 orang cucunya yang lain itu adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran. Masing-masing mereka berumur 12 tahun (lelaki), 10 tahun (lelaki), 8 tahun (lakieki) dan 7 tahun (perempuan).

Disebabkan kondisinya yang tuna netra sejak lahir, membuat 'mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis, namun ternyata ia hafal 30 juz Al-Quran. Subhanallah…!! Cucunya yang paling besar ternyata guru mengaji untuk anak-anak dikampung mereka. Ke-4 orang cucu-cucu angkatnya ternyata semuanya sudah qatam Al-Quran, bahkan 2 diantaranya sudah ada yang hafal 6 juz dan 2 juz.

“Kulo niki tiang kampong. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.” (Saya ini orang kampung. Tidak bisa melihat apapun sejak dari bayi. Alhamdulillah kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala, saya diberi keberkahan, bisa hafal Al-Quran.Allah Subhanahu Wa Ta'ala, itu benar-benar adil sama saya).

Itu kata-kata terakhir 'mbah Jum, sebelum aku pamit pulang. Kupeluk erat dia, kuamati wajahnya. Kurasa saat itu bidadari syurga iri melihat 'mbah Jum, kerana kelak para bidadari itu akan menjadi pelayan bagi 'Mbah Jum.

Matur nuwun mbah Jum, atas pelajaran sedekah tingkat tinggi 5 tahun yang lalu yang sudah 'Mbah ajarkan pada saya di pelosok desa Yogyakarta itu.

SILAHKAN SHARE ATAU COPY PAST DENGAN MENYERTAKAN LINK BLOG INI.DILARANG MENGAMBIL IDEA CERITA INI UNTUK TUJUAN KOMERSIL TANPA SEIZIN PENULIS.
(Adaptasi dari thread asal Oleh : Irene Radjiman)

No comments